Desanomia [25.3.2025] Pasar saham Turki mengalami penurunan signifikan dan diprediksi akan menutup minggu ini dengan kerugian terbesar sejak krisis keuangan global tahun 2008. Ketegangan politik yang berkembang setelah penahanan Ekrem Imamoglu, wali kota Istanbul dan salah satu rival utama dari Presiden Recep Tayyip Erdogan, telah menyebabkan kekhawatiran besar di kalangan investor. Penahanan Imamoglu yang dianggap oleh banyak pihak sebagai upaya untuk menekan oposisi politik, telah memperburuk kondisi ekonomi yang sudah rentan di Turki.
Sejak penahanan Imamoglu pada hari Rabu, yang diikuti oleh protes besar-besaran di seluruh negeri, pasar saham Turki mengalami penurunan tajam. Pada Jumat, Indeks BIST-100, yang merupakan acuan utama pasar saham Turki, tergerus lebih dari 7,8%, yang merupakab salah satu penurunan terbesar dalam sejarah pasar saham Turki. Diperkirakan, indeks ini akan mengalami penurunan mingguan sekitar 15%, yang merupakan penurunan terburuk sejak krisis keuangan global pada tahun 2008, ketika pasar saham dunia terguncang setelah kebangkrutan Lehman Brothers. Saham sektor perbankan juga mencatatkan penurunan yang signifikan, dengan sektor ini jatuh lebih dari 9% pada hari yang sama.
Ketidakstabilan ini juga memengaruhi mata uang lira Turki. Lira turun lebih dari 6,7% sepanjang tahun ini dan mengalami penurunan lebih lanjut pada hari Rabu yang mencapai rekor terendah 42 lira per dolar AS. Meskipun bank sentral Turki melakukan intervensi besar dengan menjual sekitar $10 miliar dalam valuta asing untuk mencoba menstabilkan mata uang tersebut, kondisi pasar tetap tertekan. Saat ini, nilai tukar lira berada di level 38,0050 terhadap dolar AS, tetap berada di bawah rekor terendah sebelumnya meskipun sedikit menguat.
Tidak hanya itu, Turki juga menghadapi penurunan signifikan dalam obligasi dolar negara tersebut. Obligasi jangka panjang Turki turun sebesar 2 sen pada hari Kamis dan diperkirakan akan mengalami kerugian mingguan lebih dari 3 sen, yang merupakan penurunan terbesar sejak Januari 2024. Selain itu, biaya untuk mengasuransikan utang negara terhadap potensi default juga meningkat tajam. Menurut data dari S&P Global Market Intelligence, spread CDS (Credit Default Swap) untuk utang Turki melebar sebesar 18 basis poin menjadi 322 bps, yang merupakan level terlebar sejak Maret 2024.
Dalam upaya untuk mengatasi krisis ini, Bank Sentral Turki (CBRT) melakukan serangkaian langkah untuk mengurangi volatilitas di pasar. Salah satunya adalah dengan menaikkan suku bunga overnight ke level 46% pada Kamis, sebuah langkah yang merupakan lonjakan sebesar 350 hingga 400 basis poin. Keputusan ini dibuat setelah sebelumnya bank sentral telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 750 basis poin sejak Desember, mengarah pada kebijakan pelonggaran suku bunga. Namun, keputusan baru ini mengakhiri ekspektasi pasar bahwa bank sentral akan terus menurunkan suku bunga pada pertemuan mendatang yang dijadwalkan pada 17 April. Beberapa analis, seperti dari JPMorgan, bahkan memperkirakan bahwa bank sentral akan menahan suku bunga pada level 42,5% untuk beberapa waktu dan hanya akan melanjutkan siklus pelonggaran suku bunga pada bulan Juni 2024.
Sementara itu, Menteri Keuangan Turki, Mehmet Simsek, berusaha menenangkan pasar dengan menyebutkan bahwa fluktuasi pasar adalah fenomena sementara dan bahwa pemerintah sedang mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi situasi tersebut. Dalam sebuah pertemuan dengan anggota Dewan Asosiasi Perbankan Turki (TBB), Simsek mengungkapkan bahwa program ekonomi Turki tetap dijalankan dengan tekad dan bahwa pemerintah memiliki instrumen yang diperlukan untuk mengatasi masalah ini.
Namun, banyak yang meragukan efektivitas langkah-langkah yang diambil pemerintah. Langkah-langkah kebijakan yang tidak konvensional, seperti intervensi pasar mata uang dan kebijakan suku bunga yang tinggi, dapat merugikan sektor perbankan dan meningkatkan biaya pinjaman. Hal ini bisa memperburuk krisis likuiditas dan meningkatkan suku bunga pinjaman yang pada gilirannya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Buah Pikiran
Kondisi pasar Turki yang memburuk ini menunjukkan bagaimana ketegangan politik dan ekonomi saling mempengaruhi. Penahanan Ekrem Imamoglu yang diikuti oleh protes besar-besaran telah memicu kekhawatiran yang semakin dalam di pasar keuangan. Meskipun upaya dari Bank Sentral Turki untuk menstabilkan pasar, langkah-langkah yang diambil tampaknya tidak cukup untuk mengatasi ketidakpastian politik dan ekonomi yang melanda negara tersebut.
Penurunan nilai lira dan anjloknya saham sektor perbankan menunjukkan bahwa pasar merespons dengan ketidakpercayaan terhadap kebijakan ekonomi yang diterapkan. Dalam jangka pendek, langkah-langkah untuk menjaga stabilitas pasar mungkin memberikan sedikit bantuan, namun dalam jangka panjang, Turki membutuhkan lebih dari sekadar intervensi pasar untuk mengatasi masalah fundamental yang ada. Kebijakan ekonomi yang lebih transparan, stabilitas politik, serta upaya untuk meningkatkan kepercayaan investor adalah kunci untuk mengembalikan stabilitas ekonomi di Turki.
Krisis ini juga memberi pelajaran penting tentang bagaimana ketegangan politik dapat merusak ekonomi. Jika pemerintah Turki ingin memastikan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan stabil, mereka harus mampu menciptakan kebijakan yang tidak hanya menanggapi kebutuhan pasar, tetapi juga menanggapi tuntutan politik yang berkembang dengan cara yang lebih inklusif dan terbuka. Tanpa adanya perbaikan dalam hal ini, Turki bisa semakin terperosok ke dalam lingkaran krisis yang lebih dalam. (NJD)
Sumber: Reuters