Desanomia [26.3.2025] Setiap tahun, Escherichia coli, atau E. coli, menyebabkan sekitar 265.000 infeksi dan 100 kematian di Amerika Serikat. Banyak dari infeksi tersebut disebabkan oleh penyakit yang ditularkan melalui makanan. Kontaminasi E. coli secara historis telah menyebabkan penarikan makanan dalam jumlah besar. Pada tahun 2023 saja, Administrasi Makanan dan Obat-obatan AS (FDA) menarik 72.858 pon (33.048 kilogram) makanan yang terkontaminasi E. coli. Pertanyaannya adalah: bagaimana E. coli bisa masuk ke dalam makanan?
Hal pertama yang perlu dipahami adalah bahwa tidak semua strain E. coli sama. E. coli adalah kelompok bakteri yang umum dan dapat ditemukan secara alami di banyak tempat, termasuk lingkungan, makanan, air, dan di usus manusia serta hewan tertentu. Kebanyakan E. coli tidak berbahaya dan justru berkontribusi pada kesehatan pencernaan. Akan tetapai, terdapat beberapa strain E. coli berbahaya karena menghasilkan racun Shiga, zat berbahaya yang dapat merusak saluran pencernaan. Strain-strain ini dikenal sebagai E. coli penghasil racun Shiga (STEC). Orang-orang bisa sakit jika mengonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi STEC, khususnya anak-anak di bawah 5 tahun serta orang dewasa di atas 65 tahun biasanya berisiko lebih tinggi terkena infeksi parah.
Bagaimana Bakteri Berbahaya Mengkontaminasi Makanan?
Ada beberapa cara E. coli dapat masuk ke dalam makanan. Sebelum sampai di meja makan, makanan kita melalui beberapa langkah terlebih dahulu. Sehingga kontaminasi bisa terjadi di mana saja sepanjang proses ini—mulai dari produksi, pemrosesan, distribusi, hingga persiapan pembuatan makanan. Salah satu jalur utama infeksi terjadi melalui hewan, termasuk ternak dan satwa liar. Hewan-hewan ini dapat membawa STEC di dalam usus mereka dan mengeluarkannya melalui feses. Bahkan sedikit feses yang ada pada karkas ternak dapat menyebabkan kontaminasi E. coli pada produk-produk yang dihasilkan dari daging tersebut. Daging giling sangat berisiko terkena kontaminasi, misalnya, karena sapi adalah pembawa utama E. coli O157, strain STEC yang sangat berbahaya. Bakteri ini bisa menyebar ketika daging digiling, dan hal ini sering menyebabkan penarikan besar-besaran.
Selain itu, feses ternak atau satwa liar juga bisa mencemari hasil pertanian. Misalnya, limpasan dari peternakan bisa membawa E. coli ke dalam air yang digunakan untuk irigasi tanaman. Pupuk kotoran yang tidak diolah dengan benar juga bisa mengandung bakteri berbahaya ini. Pekerja pertanian yang melakukan kontak dengan ternak atau hasil pertanian juga dapat tanpa sengaja mentransfer E. coli selama penanaman, panen, atau pemrosesan jika mereka tidak mengikuti protokol keamanan dengan hati-hati untuk mencegah perpindahan bakteri dari kontaminasi feses.
Strain E. coli yang berbahaya juga dapat mencemari makanan di ujung rantai pemrosesan makanan, seperti di restoran. Janell Goodwin, juru bicara FDA mengatakan bahwa pembawa [yang mengeluarkan bakteri dalam feses mereka] dapat menyebarkan infeksi ketika pengolah makanan tidak mencuci tangan dengan benar setelah menggunakan toilet.
Menghentikan Penyebaran
FDA merekomendasikan agar orang mencuci tangan dengan air hangat dan sabun selama setidaknya 20 detik sebelum dan setelah menangani makanan mentah. Lembaga tersebut juga menekankan pentingnya mencuci tangan sebelum, selama, dan setelah melakukan kegiatan seperti mengganti popok bayi, serta saat berhubungan dengan hewan-hewan ternak. Tempat-tempat seperti meja dapur dan talenan juga bisa menjadi sumber kontaminasi. Oleh karenanya FDA menyarankan untuk mencuci tempat-tempat ini secara lebih menyeluruh dengan hati-hati.
Beberapa makanan lebih cenderung terkontaminasi E. coli berbahaya dibandingkan makanan yang lain. Sebuah laporan dari CDC pada 2021 menemukan bahwa daging sapi—terutama daging giling mentah atau setengah matang—dan tanaman sayur seperti daun hijau, merupakan sumber 80% infeksi O157 di AS antara 1998 hingga 2021. Daging unggas mentah atau setengah matang, kecambah mentah seperti alfalfa, dan produk yang dibuat dengan susu mentah atau tidak dipasteurisasi juga sering menjadi biang keladi, tambah Goodwin.
Para peneliti masih terus berupaya memahami faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kontaminasi E. coli dalam pasokan makanan. Sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa perubahan suhu musiman dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya wabah E. coli yang terkait dengan selada yang ditanam di California, sementara studi lain dari Arizona menemukan bahwa STEC dapat menyebar melalui udara, berpindah dari fasilitas peternakan besar ke pertanian sayuran terdekat.
Goodwin juga mencatat bahwa meskipun bisa membuat khawatir melihat lebih seringnya penarikan produk E. coli dan pemberitahuan wabah di berita, hal itu tidak serta merta berarti bahwa sistem keamanan pangan gagal. “Keberadaan penarikan dan pemberitahuan wabah menunjukkan bahwa produsen, importir, dan distributor memantau masalah ini dan mengambil tindakan saat mendeteksi masalah,” katanya. “Konsumen harus tahu bahwa penarikan dan pemberitahuan wabah menunjukkan bahwa masalah tersebut telah diidentifikasi dan sedang ditangani.”
Buah Pikiran
Dapat dilihat betapa pentingnya pemahaman tentang bagaimana E. coli bisa masuk ke dalam makanan dan dampaknya terhadap kesehatan. Walaupun penarikan produk yang terkait dengan E. coli sering terlihat di berita, kenyataannya hal itu menunjukkan sistem pengawasan yang berjalan dengan baik dan respons cepat terhadap potensi bahaya bagi konsumen. Namun, penting bagi setiap individu untuk berperan aktif dalam mencegah penyebaran kontaminasi, seperti mencuci tangan dengan benar dan memastikan makanan dimasak dengan baik. Dengan langkah-langkah ini, kita dapat lebih terlindungi dari potensi bahaya E. coli. Perlu diperhatikan juga bahwa artikel ini hanya sekadar informasi dan tidak dimaksudkan sebagai saran medis. (NJD)
Sumber: Livescience
Link: https://www.livescience.com/health/viruses-infections-disease/how-does-e-coli-get-into-food